Di kalangan penekun kehidupan, pemilik jiwa-jiwa yang bersih lagi damai, sering berbincang latah; “Bloom where you are planted”. Sepertinya sangat puitis, tetapi begitulah hidup berujar. Mekarlah dimana engkau ditanam. Bukan hanya di ajaran agama, banyak tradisi warisan leluhur yang berpesan demikian. Tentu kita masih ingat pepatah dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Juga bukan masalah benar atau salah. Namun semua itu mengandung makna tersirat yang indah. Artinya ada lahan subur untuk membuat jiwa mekar nan indah. Dimana saja kapan saja berada. Jika tanahnya kering, mekarlah jadi bunga kamboja indah di sana. Bila tanahnya basah, mekarlah menjadi bunga teratai indah di sana. Bahkan alam yang ekstrim sekalipun. Ringkasnya, olah setiap berkah dan anugerah yang datang menjadi bunga-bunga yang indah. Dalam bahasa lain yang juga indah, Rasulullah SAW berpesan; “…Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama manusia…” [HR. Thabrani, dari Jabir dalam Al-Ausath]
Ada baiknya kita belajar dari negeri mungil di bagian selatan bumi yang bernama Selandia Baru. Saya memang belum pernah ke sana, tetapi kita tahu, di sana alam tidak begitu ramah. Cuaca yang dingin dan sumber daya alam yang terbatas memaksa jiwa-jiwa meninggalkan competition (persaingan) bebas berlebih. Pribadi -pribadi bertumbuh menuju compassion (belas kasih) terlatih. Terutama dengan cara saling merawat, saling tolong, saling berbagi dan menuai hasil lebih berupa kebahagiaan.
Di belahan bumi bagian utara juga sama. Negeri dengan cuaca yang sangat dingin ini ternyata berisi orang-orang yang peduli. Walau jarang melihat matahari, tetapi mereka sangat suka sekali berbagi. Hasilnya, secara mengejutkan mengantarkan Norway menjadi negara paling bahagia di dunia. Pelajaran yang diwariskan, cuaca ekstrim di luar memaksa mereka untuk saling menghangatkan diri di dalam. Tidak saja saling menghangatkan di dalam rumah, tapi juga saling menghangatkan keluar rumah, terus ke sebelah rumah dan seterusnya. Sambung-bersambung.
Mengambil i’tibar sebagaimana yang dilakukan jiwa-jiwa indah di Norway atau pribadi-pribadi tekun di Selandia Baru, yang terpenting bukan apa yang terjadi di luar. Yang terpenting adalah bagaimana mengolahnya di dalam. Apa-apa yang di luar memang bukan kehendak dan di luar jangkauan kita. Namun tetap ada berbagai pilihan yang tersedia, sedikit mengeluh banyak bersyukur adalah sebuah pilihan. Melihat apa yang ada di sekitar sebagai bahan-bahan untuk membuat jiwa mekar, itu pilihan lain. Tidak membandingkan dengan yang lebih atas adalah pilihan sempurna. Menerima dengan penuh kesabaran, memaksimalkan kelebihan, melihat ke bawah adalah jalan yang sempurna.
Cahaya-cahaya yang muncul di negara-negara bahagia seperti tersebut di atas, seolah mau berpesan sederhana; “Ukuran kehidupan tidak saja berdasarkan apa-apa yang disimpan di buku tabungan”. Di luar buku tabungan, ada banyak sekali hal yang membuat jiwa jadi kaya, mekar dan menebar harum ke segala penjuru. Dari saling memaafkan, mengisi keseharian dengan penuh penerimaan, sampai dengan tekun dan tulus untuk selalu berbagi senyuman. Menerima dengan penuh kesyukuran dan berbagi dengan penuh keanggunan kasih dan sayang. Dalam bahasa yang elegan menyikapi hal ini, para tetua sering mengingatkan dengan sebuah kalimat indah: “Ayo menabung, jangan muflis!”